• web 4

Selamat Datang di Website SMA Negeri 1 BATI-BATI | Terima Kasih Kunjungannya Selamat Datang di Website SMAN 1 BATI-BATI | Terima Kasih Kunjungannya

Login Member

Username:
Password :

Kontak Kami


SMA NEGERI 1 BATIBATI

NPSN : 30300701

Jl. A. Yani KM 33,3 Nusa Indah, Kecamatan Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan KP 70852


info@sman1batibati.sch.id

TLP : 0511-4777299


          

Banner

Statistik


Total Hits : 909586
Pengunjung : 282712
Hari ini : 44
Hits hari ini : 128
Member Online : 789
IP : 3.236.86.184
Proxy : -
Browser : Opera Mini

Artikel Kependidikan




 

 

 

MENEGAKKAN DISIPLIN SISWA MELALUI SISTEM POIN PELANGGARAN (KARTU KUNING)

Oleh: Drs. H. M. Yusransyah, M. Pd.

(Kepala SMA Negeri 1 Bati-bati)

 

Untuk menciptakan sekolah yang berkualitas diperlukan iklim sekolah yang kondusif. Salah satu iklim yang memungkinkan berlangsungnya suatu proses pendidikan berjalan dengan efektif sebagaimana yang diharapkan semua pihak adalah tegaknya disiplin sekolah. Disiplin sekolah yang berwibawa dan ditaati oleh semua komponen pendidikan, terutama oleh siswa merupakan kata kunci untuk menbentuk sekolah yang berkualitas. 

Disiplin merupakan lapis terluar dari suatu sistem pendidikan di sekolah, sedang lapis terdalamnya adalah kualitas. Sebelum masyarakat mengetahui kualitas sekolah tersebut, masalah disiplin sudah terlihat dengan jelas oleh masyarakat. Disiplin sekolah yang berwibawa dengan mudah dapat dilihat oleh masyarakat dari sikap, tingkah laku, dan perbuatan para guru dan siswanya. Demikian juga sebaliknya, sekolah yang memiliki tata tertib yang mandul dengan mudah pula dapat diketahui oleh masyarakat melalui siswanya.

Kepala sekolah, guru, dan segenap pelaksana pendidikan adalah ujung tombak pengemban misi pendidikan nasional di sekolah perlu berupaya sekuat tenaga melalui berbagai terobosan inovatif untuk dapat mengikat para siswa agar dapat bertindak, berlaku, bersikap, berbuat, dan perilaku sesuai koridor penegakan disiplin sekolah.

 

Pengertian

Sistem Poin Pelanggaran (Kartu Kuning) merupakan suatu alternatif yang dapat diberlakukan di sekolah sebagai upaya untuk menegakkan disiplin sekolah. Dalam pemberlakuan sistem ini, siswa seolah-olah dibawa pada suatu permainan sepak bola dalam suatu gelanggang permainan di sekolah. Sistem ini mengharuskan agar setiap pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan oleh para siswa diberikan Kartu Kuning (peringatan) yang memiliki tingkatan poin pelanggaran sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan siswa. Setiap poin pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh para siswa dikumpulkan sampai batas tertentu selama setahun. Jika poin pelanggaran yang dilakukan oleh para siswa telah mencapai batas maksimal, maka Kartu Kuning tadi dapat berubah menjadi Kartu Merah sebagai isyarat bahwa siswa tersebut harus dikeluarkan dari gelanggang permainan sekolah (diberhentikan).

Pemberian Kartu Kuning dalam pemberlakuan Sistem Poin Pelanggaran sebenarnya merupakan penggabungan teori pemberian hukuman yang dikemukakan Schaefer dan teori belajar yang menyenangkan dalam teori PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Schaefer (1996: 99-107) mengemukakan dua puluh pedoman dalam menjatuhkan hukuman kepada siswa yang melanggar disiplin sekolah. Dari dua puluh pedoman tersebut, terdapat enam pedoman yang mengilhami pemberlakuan Sistem Poin Pelanggaran seperti berikut ini.

1.    Hukuman itu harus jelas dan terang.

2.  Hukuman harus konsisten.

3.  Hukuman diberikan dalam waktu secepatnya.

4.  Bentuk-bentuk hukuman yang diberikan sebaiknya melibatkan siswa.

5.  Pemberi hukuman harus objektif.

6.  Hukuman sebaiknya tidak bersifat fisik.

    

Fungsi dan Batas Pemberlakuan

Sistem Poin Pelanggaran yang dapat diberlakukan di sekolah dengan fungsi sebagai berikut:

1.        Sebagai dasar bagi para guru dan pelaksana pendidikan lainnya dalam rangka menegakkan tata tertib sekolah agar selalu ditaati oleh para siswa.

2.        Sebagai pedoman bagi para guru dan pelaksana pendidikan dalam rangka menentukan nilai kepribadian siswa yang mencakup kelakuan, kerajinan, dan kerapian.

3.        Sebagai pedoman bagi para siswa dalam berbuat, bertindak, bersikap, dan bertingkah laku sesuai tata tertib sekolah dan berusaha untuk menghindari berbagai larangan yang tercantum dalam jenis pelanggaran yang dapat diberi Kartu Pelanggaran (Kartu Kuning).

4.   Sebagai sarana kontrol bagi orang tua/ wali untuk mengetahui secara objektif tentang kepribadian siswa selama mereka berada di sekolah.

Siswa dapat diberi Kartu Kuning pada pemberlakuan Sistem Poin Pelanggaran apabila dia melanggar tata tertib sekolah selama mereka:

1.       Berada dalam lingkungan sekolah, baik ketika sedang belajar, waktu istirahat, waktu ibadah, atau waktu berada di lingkungan kantin sekolah.

2.        Memakai pakaian seragam sekolah, termasuk dalam perjalanan, baik ketika pergi sekolah maupun dalam perjalanan sepulang dari sekolah.

3.        Berada di lingkungan sekolah di luar jam belajar resmi, termasuk pada kegiatan les (pengayaan) di sore hari atau pada kegiatan ekstrakurikuler yang ditentukan sekolah.

 

Persiapan Pelaksanaan

Pemberlakuan sistem poin pelanggaran (Kartu Kuning) di suatu sekolah dapat dimulai dengan melakukan persiapan pelaksanaan. Pada tahap persiapan ini kepala sekolah, guru, dan pelaksanakan pendidikan mengidentifikasi apa saja tata tertib sekolah yang berbentuk larangan-larangan atau perintah yang harus dilaksanakan dan dihindari siswa. Masing-masing butir tata tertib diberi bobot yang sesuai tingkat pelanggaran atau perintah itu sendiri. Pelanggaran yang tergolong ringan seperti tidak memakai atribut yang lengkap pada pakaian seragam siswa diberi bobot pelanggaran yang kecil, misalnya 1. Sebaliknya pelanggaran yang cukup berat seperti berkelahi dapat diberi bobot pelanggaran yang tinggi, misalnya 5. Penentuan jenis pelanggaran dan bobot untuk masing-masing pelanggaran disesuaikan dengan visi dan misi sekolah, keadaan lingkungan, serta kultur masyarakat di sekitar sekolah. Sebagai contoh, pada sekolah-sekolah yang memiliki visi dan misi yang terkait dengan pengembangan nilai keagamaan atau sekolah umum yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam dan agamis seperti di Aceh atau Martapura dapat mencantumkan poin “tidak memakai kerudung” sebagai suatu pelanggaran dengan bobot pelanggaran yang cukup tinggi. Yang jelas, jenis pelanggaran yang dibuat sekolah harus mencakup tiga aspek penilaian kepribadian, yaitu kelakuan, kerajinan, dan kerapian. Penentuan jenis dan bobot pelanggaran ini sebaiknya melibatkan seluruh guru, siswa, orang tua, atau Komite Sekolah.

Di samping untuk menentukan jenis dan bobot pelanggaran, kepala sekolah juga dapat menunjuk dan menugaskan satu  atau beberapa guru yang diberi tugas sebagai penanggung jawab pemberlakuan sistem ini. Para pendidik yang dapat ditunjuk misalnya Wakasek Kesiswaan sebagai koordinator dan dibantu oleh para wali kelas sebagai administrator pelaksanaan sehari-hari.

Setelah daftar pelanggaran yang merupakan tata tertib sekolah tadi dirumuskan dan disetujui oleh semua komponen sekolah, maka perlu diadakan sosialisasi kepada seluruh siswa, orang tua, dan Komite Sekolah.

 

Pemberlakuan di Sekolah

Pelaksanaan Sistem Poin Pelanggaran (Kartu Kuning) di sekolah sebenarnya sangat sederhana, melalui beberapa tahap. Pertama, setiap ada pelanggaran tata tertib yang dilakukan siswa diberi Kartu Kuning oleh guru yang menemukannya dengan mengisi nama, kelas, jenis pelanggaran, skor pelanggaran, serta tanggal pelanggaran. Guru yang bersangkutan memberikan tanda tangan pada kartu tersebut. Guru harus memberitahukan jenis pelanggaran yang dilakukannnya disertai dengan bukti pelanggaran, misalnya dengan menyebutkan waktu dan tempat pelanggarannya. Jika memungkinkan, pemberian Kartu Kuning sebaiknya diberikan pada saat itu juga, pada saat siswa tertangkap tangan ketika melakukan pelanggaran.

Kedua, Kartu Pelanggaran (Kartu Kuning) tersebut diserahkan kepada Wali Kelas untuk direkapitulasi pada lembar rekapitulasi kartu pelanggaran yang disediakan sekolah. Lembar rekapitulasi pelanggaran harus memuat identitas siswa, kolom tanggal pelanggaran, jenis pelanggaran, serta jumlah poin pelanggaran yang telah terkumpul.

Ketiga, setelah jumlah skor (bobot) pelanggaran seorang siswa mencapai 30 % dari batas maksimum, Wali Kelas merekomendasikan kepada Wakasek Kesiswaan selaku koordinator untuk memanggil orang tua/ wali siswa sebagai panggilan pertama. Setelah rekapitulasi pelanggaran tata tertib siswa mencapai 60 %, Wali kelas merekomendasikan untuk memanggil orang tua/ wali sebagai panggilan kedua. Selanjutnya, setelah rekapitulasi pelanggaran mencapai 90 % dari batas maksimum, Wali Kelas merekomendasikan untuk memanggil orang tua/ wali sebagai panggilan ketiga.

Keempat, pada panggilan ketiga, orang tua/ wali dan siswa yang bersangkutan diminta untuk menandatangani pernyataan bahwa siswa dan orang tua dapat menerima keputusan sekolah dan tidak menuntut jika siswa dikeluarkan dari sekolah, setelah rekapitulasi pelanggaran siswa mencapai 100 %. Surat pernyataan orang tua dan siswa sebaiknya disediakan sekolah di atas kertas segel atau di atas kertas biasa yang diberi materai.

Kelima, setelah rekapitulasi pelanggaran mencapai 100%, Wakasek Kesiswaan merekomendasikan kepada Kepala Sekolah untuk mengeluarkan surat pemberhentian yang ditujukan kepada orang tua siswa siswa.

Keenam, pada setiap akhir semester, Wali Kelas mengisi nilai kepribadian siswa berdasarkan jumlah skor pelanggaran siswa pada masing-masing aspek kepribadian (kelakuan, kerajinan, dan kerapian). Kriteria penentuan nilai kepribadian dalam rapor dibuat oleh sekolah masing-masing, misalnya: pelanggaran 0 sampai 2 poin memperoleh nilai A (sangat baik), pelanggaran 3 sampai 4 poin memperoleh nilai B (baik), pelanggaran 5 sampai 7 poin memperoleh nilai C (sedang), dan pelanggaran 8 poin ke atas memperoleh nilai D (kurang).

 

 




Share This Post To :

Kembali ke Atas

Artikel Lainnya :





   Kembali ke Atas